Kuliah di luar negeri memang memiliki banyak tantangan. Selain karena kita harus hidup jauh dari keluarga, cara beradaptasi dengan lingkungan asing juga tidak mudah.
Itulah yang dirasakan sebagian besar mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), Beppu, Oita, Jepang. Lebih susahnya lagi, mahasiswa Indonesia di APU harus menghadapi banyak mahasiswa dari berbagai negara, tidak hanya Jepang.
Sebagai universitas internasional, kampus APU didominasi mahasiswa asing dari banyak negara, tidak hanya dari kawasan Asia tapi juga dari Eropa, Amerika dan Afrika. Perbedaan budaya di antara mahasiswa semakin terasa dan bahkan bisa memicu pertikaian.
Jika tidak pandai beradaptasi dan menempatkan diri di lingkungan internasional seperti ini, tentu akan merugikan diri sendiri. Namun para mahasiswa Indonesia di APU mengaku memiliki cara untuk mengatasi hal tersebut.
“Membuka diri ke orang asing. Dimulai dengan percakapan simple saat nunggu bus. Terus ikut acara makan-makan bersama, event kumpul-kumpul dengan mahasiswa asing,” tutur mahasiswa semester 8 Asia Pacific Studies, Meyda Noortertia Nento saat berbincang di kampus APU, Beppu, Jepang, Jumat (20/6/2014).
Mahasiswa APU asal Indonesia lainnya, memiliki cara berbeda untuk beradaptasi dengan lingkungan internasional di kampus, serta budaya Jepang di sekitar kampus. Nurina Sevrina misalnya, dia mengikuti salah satu organisasi kampus yang melakukan kunjungan ke tempat penitipan anak di daerah Beppu. Dengan mendekatkan diri kepada anak-anak Jepang ini, Rina belajar untuk berkomunikasi dan berinteraksi lebih dekat dengan warga sekitar.
Sedangkan Hane Lea Villavicencio memilih mengikuti program homestay di rumah warga setempat. Yang menarik, anak pemilik rumah ternyata menderita autisme. Selama homestay, Lea mengaku dirinya mendapat banyak pelajaran, mulai dari berlajar memasak, bersih-bersih rumah hingga memahami bagaimana kesabaran seorang ibu mengasuh anaknya yang autis.
“Pengalaman berharga, meskipun hanya 3 hari 2 malam,” ucap mahasiswi semester 8 ini.
Sebagian besar mahasiswa APU harus berinteraksi dengan teman-teman mahasiswa yang berasal dari banyak negara. Bagi Jihan Tika Aryani, kuliah di APU yang kental dengan lingkungan internasional sempat memberi ketakutan tersendiri, meskipun akhirnya dia bisa berinteraksi dengan baik.
“Awalnya membawa ketakutan. Lifestyle berbeda. Personality orang Jepang berbeda,” sebutnya.
Lain halnya dengan Annisa Istighfari yang berjilbab. Icha mengaku, teman-teman kuliahnya, terutama yang berasal dari Jepang justru sangat suportif terhadap dirinya yang berbeda, termasuk dalam hal makanan.
“Teman-teman lain kalau dijelasin, mengerti. Orang Jepang sendiri sangat support orang-orang beragama. Mereka curious, ingin tahu,” terangnya.
“Triknya open-minded. Karena culture bentrok,” timpal Monica Leona Chrisantya soal cara mengatasi perbedaan di lingkungan internasional.
Sementara, Audi Rahmantio menyebut, berada di lingkungan internasional melatih kesabaran. Sebab, dirinya menghadapi banyak karakter dan budaya yang berbeda.
“Bentrokan pasti ada, kita belajar toleransi perbedaan,” tuturnya.
“Belajar menerima orang lain, kekurangan dan kelebihannya,” terang Audi.
Lebih dari 5.000 mahasiswa kuliah di APU saat ini. Dari jumlah tersebut, separuhnya atau sebanyak 2.499 mahasiswa merupakan mahasiswa asing.
Baca juga : Kenapa Sarjana Di Indonesia Banyak Yang Nganggur?Terdapat 217 mahasiswa Indonesia, termasuk program Master yang kini kuliah di APU. Jumlah yang cukup banyak tentunya untuk kategori mahasiswa asing di sebuah universitas yang ada di Jepang. Tim kami dari ICAN Education Consultant akan membantu kamu mengurus berbagai dokumen. Bahkan kamu bisa berkonsultasi dengan para konsultan kami!